Jakarta (ANTARA) - Pakar intelijen dari Universitas Indonesia Stanislaus Riyanta mengatakan proses orkestrasi informasi intelijen oleh Kementerian Pertahanan (Kemhan), sebagaimana diminta Presiden Joko Widodo harus tetap sesuai dengan undang-undang (UU).

“Prosesnya tetap harus sesuai dengan apa yang sudah diamanatkan undang-undang, terutama terkait fungsi koordinator yang diemban BIN (Badan Intelijen Negara),” ujar Riyanta dihubungi di Jakarta, Minggu.

Presiden Jokowi dalam arahannya saat membuka Rapat Pimpinan Kementerian Pertahanan di Jakarta, Rabu (18/1) menyampaikan Kemhan harus bisa mengorkestrasi informasi-informasi intelijen pertahanan dan keamanan yang selama ini dilakukan BIN, TNI, Polri hingga Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN).

Jokowi meminta Kemhan mengorkestrasi informasi intelijen di berbagai lembaga dan institusi agar menjadi sebuah informasi yang satu serta solid untuk kepentingan pembuatan kebijakan-kebijakan yang tepat atau paling tidak mendekati benar.

“Dengan demikian saat kita memutuskan policy, memutuskan kebijakan itu betul, paling tidak mendekati benar. Jadi langkah kerja memang harus preventif terlebih dahulu. '(Misalnya) Ini hati hati, ini akan terjadi, kemungkinan akan terjadi seperti ini'. Jangan sudah kejadian saya baru diberi tahu. Informasi intelijen menjadi sangat vital sekali,” terang Jokowi kala itu.

Baca juga: Presiden minta Kemhan jadi koordinator antisipasi segala kemungkinan
Baca juga: Presiden Jokowi ingin Kemhan koordinasi informasi intelijen

Riyanta menjelaskan dalam Pasal 38 Ayat 1 UU Nomor 17 Tahun 2011 tentang Intelijen Negara dan dalam Pasal 3 Perpres Nomor 67 Tahun 2013 tertulis secara jelas bahwa fungsi koordinator penyelenggara Intelijen Negara adalah BIN.

Riyanta menduga informasi intelijen yang dimaksud Jokowi untuk diorkestrasi Kemhan adalah informasi yang terkait intelijen pertahanan.

“Memang perlu ada penjelasan lebih detail terkait orkestrasi tersebut, namun secara singkat saya menduga yang dimaksud adalah informasi intelijen yang spesifik terkait pertahanan, dikumpulkan dari berbagai sumber yang kemudian dianalisis untuk menjadi pendukung pengambilan keputusan di Kementerian Pertahanan,” jelasnya.

Selain prosesnya harus sesuai dengan apa yang sudah diamanatkan undang-undang, Riyanta menilai bahwa Kemhan tidak perlu membentuk gugus tugas untuk melakukan orkestrasi tersebut karena seusai UU sudah ada BIN sebagai koordinator Intelijen Negara.

“Jadi tidak perlu menambah gugus tugas jika ingin mengumpulkan informasi, terutama terkait pertahanan yang akan diorkestrasi Kementerian Pertahanan,” jelasnya.

Sementara itu berkaitan dengan peluang terjadinya pertukaran informasi intelijen antarinstansi dan lembaga dalam proses orkestrasi tersebut, Riyanta menilai hal itu wajar dilakukan.

“Kerja sama intelijen bahkan pertukaran informasi antarlembaga intelijen sangat wajar dilakukan mengingat spektrum ancaman yang luas dan sering beririsan. Untuk itu biasa ada forum koordinasi atau komunikasi yang rutin dilakukan lembaga-lembaga intelijen,” jelasnya.

Pewarta: Rangga Pandu Asmara Jingga
Editor: Herry Soebanto
Copyright © ANTARA 2023